Sabtu, 04 Juli 2015

Yuk Lihat Dampak Yang Datang Dari Pertambangan di Bangka Bagi Lingkungan!



Jika kalian mendengar kata “Bangka Belitung”, maka bisa dipastikan bahwa kata-kata yang terlintas di benakmu adalah “daerah penghasil timah”. Ya, anggapan kalian benar. Bangka Belitung memang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil timah terbesar di Indonesia, dan sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidupnya dari butir-butir kecil hitam ini. Masyarakat Bangka Belitung, khususnya Pulau Bangka pun sejahtera karena adanya pertambangan timah, meski tak bisa dipungkiri saat ini perekonomian masyarakat Bangka lesu karena anjloknya harga timah di pasaran, ditambah ketersediaan timah yang semakin hari semakin tipis di Bangka sehingga daya beli masyarakat, terutama menjelang Lebaran dan tahun ajaran baru turun. Nah, pertambangan timah di Bangka dilakukan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pertambangan rakyat yang dilakukan di tambang-tambang inkonvensional hingga pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan. Kegiatan pertambangan sendiri berlangsung dimanapun, bahkan di hutan (dimana pohon hutan tersebut telah ditebang sebelumnya) dan daerah pantai. Kegiatan pertambangan di Bangka sendiri berdampak pada lingkungan hidup yang berakibat pada kerusakan lingkungan yang parah di Bangka.
Jika Pulau Bangka dilihat dari udara, maka akan terlihat sungai-sungai yang dahulunya jernih namun kini airnya memutih seperti susu akibat tercemar kegiatan pertambangan karena membawa air dan lumpur dari lokasi TI. Kolong-kolong dan lubang-lubang bekas galian (lubang camuy) yang menganga sangat lebar dan menyebar dimana-mana. Lubang-lubang galian tersebut ditinggalkan begitu saja oleh para pemilik tambang dan tidak ada upaya mereklamasi lahan-lahan bekas tambang tersebut. Air lubang tambang yang juga menampung air hujan mengandung berbagai logam berat yang merembes ke sistem air dan bisa mencemari air tanah sekitar. Lubang-lubang ini terisi air hujan dan menjadi tempat subur perkembangan nyamuk anopheles penyebab malaria dan chikungunya merajalela. Tanah-tanah bekas tambang pun kehilangan zat hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman sehingga membutuhkan waktu yang lama agar fungsi tanah dapat kembali seperti semula. Aktivitas tambang juga mengakibatkan pencemaran air permukaan dan perairan umum. Kerusakan cagar alam terjadi, dan pemulihannya perlu waktu setidaknya 150 tahun dengan suksesi alami.
Pemanfaatan hutan dan laut secara serampangan oleh para penambang juga mengakibatkan rusaknya ekosistem hutan dan laut. Hilangnya ekosistem hutan akibat pertambangan menghilangkan fungsi ekosistem hutan sebagai pertukaran energi, siklus hidrologi, rantai makanan makhluk hidup, mempertahankan keanekaragaman hayati, daur nutrien, dan pengontrol pencemaran sehingga sistem alam tidak seimbang. Hal ini yang menyebabkan Bangka Belitung mengalami kerusakan keanekaragaman flora dan fauna serta kekeringan saat musim kemarau dan degradasi hutan sehingga hasil pertanian menurun, apalagi banyak petani yang malah menambang. Beberapa kawasan tererosi, sungai-sungai terabrasi. Sungai pun meluap ketika hujan. Apalagi, tailing yang dibuang ke sungai mengakibatkan kerusakan ekosistem sungai dan kematian beberapa biota perairan termasuk kerusakan terumbu karang karena mengandung berbagai logam berat, seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen. Fungsi ekologi hutan pun hilang sehingga mengakibatkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Pencemaran air akibat pertambangan juga mengakibatkan krisis air bersih dan tingginya harga komoditi perikanan dan pertanian.
Lihatlah fakta-fakta kerusakan lingkungan yang muncul di Pulau Bangka. Penggunaan alat berat pada tambang rakyat sangat mengkhawatirkan. Lihatlah fakta dari hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB), dimana daerah yang dikhawatirkan akan mengalami rusak berat adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) mulai dari Kecamatan Mentok dan Jebus di Kabupaten Bangka Barat, Kecamatan Merawang di Kabupaten Bangka, serta Kabupaten Bangka Selatan. Beberapa areal yang dilindungi pemerintah daerah setempat sedikit demi sedikit telah menjadi tempat masyarakat untuk menambang timah. Demikian juga halnya beberapa areal reklamasi PT Timah Tbk porak poranda karena aktivitas penambangan illegal ini. Tingkat kerusakan lingkungan hidup di beberapa tempat di pulau Bangka sangat mengkhawatirkan, seperti pencemaran air sungai Rangkui di Kota Pangkalpinang, kerusakan hutan lindung di Bukit Menumbing Kabupaten Bangka Barat dan kerusakan sepanjang pantai daerah Tanjung Ratu serta Pantai Rebo di Kabupaten Bangka.
Memang, pertambangan mampu membawa perekonomian masyarakat ke arah yang lebih baik, meski saat ini melesu. Namun, ternyata hal itu tidak signifikan dirasakan masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik hasil sensus nasional tahun 2010, Provinsi BangkaBelitung merupakan provinisi termiskin nomor delapan di Indonesia. Persentase angka kemiskinan di Bangka Belitung mencapai angka 18,94 persen dari jumlah penduduknya, lebih tinggi dari rata-rata prosentase kemiskinan nasional yang berjumlah 13,33 persen. Bangka Belitung menjadi provinsi termiskin nomor dua di Sumatera setelah Aceh, yang itupun dimiskinkan oleh bencana Tsunami tahun 2004 silam. Sementara keuntungan sebenarnya dari timah sendiri sebenarnya banyak dinikmati oleh orang luar Babel, bahkan luar negeri.
Maka, melihat kerusakan lingkungan yang terjadi di Pulau Bangka, kita sebagai masyarakatnya seharusnya malu dengan kenyataan tadi. Oleh karena itu, kita harus menjaga kelestarian alam di Pulau Bangka, salah satunya dengan cara tidak memperparah kerusakan lingkungan yang sudah parah seperti saat ini.

Penulis: Gusti Ivanda Firhan
 
Sumber:
http://bangka.tribunnews.com/2012/02/17/selamatkan-lingkungan-kita. Diakses pada Kamis, 2 Juli 2015, pukul 10.30 WIB.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Selamat membangun economi kerakyatan babel (bangka belitung)...
Informasi tentang babel di atas cukup lengkap, namun perlu dilakukan aksi secara nyata untuk ekonomi masyarakat pasca tambang timah. economi kerakyatan yang berpihak pada masyarakat luas yg berazaskan kekeluargaan dan kedaulatan rakyat sesuai uud 1945 psl 27, 33, 34. Bumi air dan kekayaan alam yg terkandung di dalam nya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar besar kemakmuran rakyat. Economi kerakyatan babel misalnya: dahulu seorang nelayan maka sekarang nelayan berangkat ke laut mencari ikan , petani lada kembali ke kebun lada, pns bekerja melayani dengan baik, pekerja tambang ya harus ke tambang dsb nya.. sehingga babel akan teratur dalam economi/ sesuai keahlian masing2. Karena selama ini masyarakat di babel mencari pekerjaan yang instan dengan adanya kebebasan menambang timah oleh rakyat..sedangkan mineral timah tidak dapat di perbaharui. semoga bermanfaat, wassalam, sujasmir hamid

Unknown mengatakan...

Sukses dan lancar

Unknown mengatakan...

Sukses dan lancar