Jika kalian mendengar kata
“Bangka Belitung”, maka bisa dipastikan bahwa kata-kata yang terlintas di
benakmu adalah “daerah penghasil timah”. Ya, anggapan kalian benar. Bangka
Belitung memang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil timah terbesar di
Indonesia, dan sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidupnya dari
butir-butir kecil hitam ini. Masyarakat Bangka Belitung, khususnya Pulau Bangka
pun sejahtera karena adanya pertambangan timah, meski tak bisa dipungkiri saat
ini perekonomian masyarakat Bangka lesu karena anjloknya harga timah di
pasaran, ditambah ketersediaan timah yang semakin hari semakin tipis di Bangka
sehingga daya beli masyarakat, terutama menjelang Lebaran dan tahun ajaran baru
turun. Nah, pertambangan timah di Bangka dilakukan oleh hampir seluruh lapisan
masyarakat, mulai dari pertambangan rakyat yang dilakukan di tambang-tambang
inkonvensional hingga pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
pertambangan. Kegiatan pertambangan sendiri berlangsung dimanapun, bahkan di
hutan (dimana pohon hutan tersebut telah ditebang sebelumnya) dan daerah
pantai. Kegiatan pertambangan di Bangka sendiri berdampak pada lingkungan hidup
yang berakibat pada kerusakan lingkungan yang parah di Bangka.
Jika Pulau Bangka dilihat dari udara,
maka akan terlihat sungai-sungai yang dahulunya jernih namun kini airnya
memutih seperti susu akibat tercemar kegiatan pertambangan karena membawa air
dan lumpur dari lokasi TI. Kolong-kolong dan lubang-lubang bekas galian (lubang
camuy) yang menganga sangat lebar dan menyebar dimana-mana. Lubang-lubang
galian tersebut ditinggalkan begitu saja oleh para pemilik tambang dan tidak
ada upaya mereklamasi lahan-lahan bekas tambang tersebut. Air lubang tambang yang
juga menampung air hujan mengandung berbagai logam berat yang merembes ke
sistem air dan bisa mencemari air tanah sekitar. Lubang-lubang ini terisi air
hujan dan menjadi tempat subur perkembangan nyamuk anopheles penyebab malaria
dan chikungunya merajalela. Tanah-tanah bekas tambang pun kehilangan zat hara
yang sangat dibutuhkan oleh tanaman sehingga membutuhkan waktu yang lama agar
fungsi tanah dapat kembali seperti semula. Aktivitas tambang juga mengakibatkan
pencemaran air permukaan dan perairan umum. Kerusakan cagar alam terjadi, dan pemulihannya
perlu waktu setidaknya 150 tahun dengan suksesi alami.
Pemanfaatan hutan dan laut secara
serampangan oleh para penambang juga mengakibatkan rusaknya ekosistem hutan dan
laut. Hilangnya ekosistem hutan akibat pertambangan menghilangkan fungsi
ekosistem hutan sebagai pertukaran energi, siklus hidrologi, rantai makanan
makhluk hidup, mempertahankan keanekaragaman hayati, daur nutrien, dan
pengontrol pencemaran sehingga sistem alam tidak seimbang. Hal ini yang
menyebabkan Bangka Belitung mengalami kerusakan keanekaragaman flora dan fauna
serta kekeringan saat musim kemarau dan degradasi hutan sehingga hasil
pertanian menurun, apalagi banyak petani yang malah menambang. Beberapa kawasan
tererosi, sungai-sungai terabrasi. Sungai pun meluap ketika hujan. Apalagi,
tailing yang dibuang ke sungai mengakibatkan kerusakan ekosistem sungai dan
kematian beberapa biota perairan termasuk kerusakan terumbu karang karena
mengandung berbagai logam berat, seperti tembaga, timbal atau timah hitam,
merkuri, seng, dan arsen. Fungsi ekologi hutan pun hilang sehingga
mengakibatkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Pencemaran air
akibat pertambangan juga mengakibatkan krisis air bersih dan tingginya harga
komoditi perikanan dan pertanian.
Lihatlah fakta-fakta kerusakan lingkungan yang muncul di
Pulau Bangka. Penggunaan alat berat pada tambang rakyat sangat mengkhawatirkan.
Lihatlah fakta dari hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB), dimana daerah
yang dikhawatirkan akan mengalami rusak berat adalah Daerah Aliran Sungai (DAS)
mulai dari Kecamatan Mentok dan Jebus di Kabupaten Bangka Barat, Kecamatan Merawang
di Kabupaten Bangka, serta Kabupaten Bangka Selatan. Beberapa areal yang
dilindungi pemerintah daerah setempat sedikit demi sedikit telah menjadi tempat
masyarakat untuk menambang timah. Demikian juga halnya beberapa areal reklamasi
PT Timah Tbk porak poranda karena aktivitas penambangan illegal ini. Tingkat
kerusakan lingkungan hidup di beberapa tempat di pulau Bangka sangat
mengkhawatirkan, seperti pencemaran air sungai Rangkui di Kota Pangkalpinang,
kerusakan hutan lindung di Bukit Menumbing Kabupaten Bangka Barat dan kerusakan
sepanjang pantai daerah Tanjung Ratu serta Pantai Rebo di Kabupaten Bangka.
Memang, pertambangan mampu membawa perekonomian masyarakat
ke arah yang lebih baik, meski saat ini melesu. Namun, ternyata hal itu tidak
signifikan dirasakan masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik hasil
sensus nasional tahun 2010, Provinsi BangkaBelitung merupakan provinisi
termiskin nomor delapan di Indonesia. Persentase angka kemiskinan di Bangka
Belitung mencapai angka 18,94 persen dari jumlah penduduknya, lebih tinggi dari
rata-rata prosentase kemiskinan nasional yang berjumlah 13,33 persen. Bangka
Belitung menjadi provinsi termiskin nomor dua di Sumatera setelah Aceh, yang
itupun dimiskinkan oleh bencana Tsunami tahun 2004 silam. Sementara keuntungan sebenarnya
dari timah sendiri sebenarnya banyak dinikmati oleh orang luar Babel, bahkan
luar negeri.
Maka, melihat kerusakan lingkungan yang terjadi di Pulau Bangka,
kita sebagai masyarakatnya seharusnya malu dengan kenyataan tadi. Oleh karena
itu, kita harus menjaga kelestarian alam di Pulau Bangka, salah satunya dengan
cara tidak memperparah kerusakan lingkungan yang sudah parah seperti saat ini.
Penulis: Gusti Ivanda Firhan
Sumber:
http://bangka.tribunnews.com/2012/02/17/selamatkan-lingkungan-kita.
Diakses pada Kamis, 2 Juli 2015, pukul 10.30 WIB.
http://bangka.tribunnews.com/2015/01/30/solusi-perbaikan-lingkungan-di-bangka-belitung.
Diakses pada Kamis, 2 Juli 2015, pukul 11.11 WIB.
http://energitoday.com/2015/06/22/penambangan-timah-ilegal-di-bangka-belitung-rusak-lingkungan/.
Diakses pada Kamis, 2 Juli 2015, pukul 11.46 WIB.
http://randusyaputra.blogspot.com/2014/05/pencemaran-lingkungan-bangka-belitung.html.
Diakses pada Kamis, 2 Juli 2015, pukul 10.48 WIB.
http://widhiyani23.blogspot.com/2013/12/mengenal-kerusakan-lingkungan-di-daerah.html.
Diakses pada Kamis, 2 Juli 2015, pukul 11.31 WIB.
http://www.kompasiana.com/budi.kurniawan/kerusakan-lingkungan-hidup-bangka-belitung-dan-peran-politisi-lokal_550b5a1aa3331163132e3a9e.
Diakses pada Kamis, 2 Juli 2015, pukul 11.02 WIB.
http://www.slideshare.net/nuranifajri1/dampak-kerusakan-lingkungan-di-bangka-belitung.
Diakses pada Kamis, 2 Juli 2015, pukul 11.29 WIB.
3 komentar:
Selamat membangun economi kerakyatan babel (bangka belitung)...
Informasi tentang babel di atas cukup lengkap, namun perlu dilakukan aksi secara nyata untuk ekonomi masyarakat pasca tambang timah. economi kerakyatan yang berpihak pada masyarakat luas yg berazaskan kekeluargaan dan kedaulatan rakyat sesuai uud 1945 psl 27, 33, 34. Bumi air dan kekayaan alam yg terkandung di dalam nya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar besar kemakmuran rakyat. Economi kerakyatan babel misalnya: dahulu seorang nelayan maka sekarang nelayan berangkat ke laut mencari ikan , petani lada kembali ke kebun lada, pns bekerja melayani dengan baik, pekerja tambang ya harus ke tambang dsb nya.. sehingga babel akan teratur dalam economi/ sesuai keahlian masing2. Karena selama ini masyarakat di babel mencari pekerjaan yang instan dengan adanya kebebasan menambang timah oleh rakyat..sedangkan mineral timah tidak dapat di perbaharui. semoga bermanfaat, wassalam, sujasmir hamid
Sukses dan lancar
Sukses dan lancar
Posting Komentar